MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN II
LIMA BENANG MERAH DALAM ASUHAN
PERSALINAN DAN KELAHIRAN BAYI

OLEH
KELOMPOK 6
1.
RIRI TRI SHERLY
2.
NOLA YUSEL FATRIA
3.
GITHA AGUSTYA
CORNEO
4.
ELCINTYA FORENZA
5.
NADILLA
6.
RIKA RAFI SARAGI
TURNIP
7.
FANIDA NORISAN
FAJRI
8.
WENNY ALFIONITA
9.
VANESSA RESTIA
PRODI DIII KEBIDANAN
II
B
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
Tahun Akademik 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ASUHAN KEBIDANAN
II. Shalawat beriring salam juga Penulis kirimkan kepada junjungan umat Nabi
Muhammad SAW.
Makalah
ini merupakan bahan materi untuk proses belajar mengajar ASKEB II. Dimana
makalah ini membahas tentang LIMA BENANG MERAH DALAM ASUHAN PERSALINAN DAN
KELAHIRAN BAYI
Akhir
kata Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu dengan rendah hati dan lapang dada, Penulis menerima segala saran dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan bagi Penulis sendiri dan
pembaca sekalian, terimakasih.
Padang 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Membuat keputusan klinik
2.2 Asuhan saying ibu
2.3 Pencegahan infeksi
2.4 Pencacatan (dokumentasi)
2.5 Rujukan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di
Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih cukup tinggi. Padahal
jumlah pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia. Asuhan bersalin
Normal (APN ) diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis ibu
maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan dan 50% kematian pada masa nifas 24 jam pertama
(Saiffudin,dkk;2002).
Pada
saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal masih sangat tinggi.
Menurut survey Demografi dan Kesehatan Indonesia ( 2005 ) angka kematian
kematian perinatal adalah 307 /10.000 kelahiran hidup.
Lima
benang merah dalam asuhan persalinan dasar adalah :
1.
Aspek pemecahan yang diperlukan untuk
menentukan pengambilan keputusan klinik ( clinik decicion making)
2.
Aspek sayang ibu yang berarti sayang
anak
3.
Aspek pencegahan infeksi
4.
Aspek pencatatan
5.
Aspek rujukan
Persalinan
yang aman yaitu memastikan bahwa semua penolong mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta
memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi (Saiffudin,dkk;2002). Dari
uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis tentang asuhan kepada ibu
bersalin normal.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. apa
saja lima benag merah dalam asuhan persalinan dan kelahiran bayi?
2. Apa tujuannya?
3. Bagaimana
membuat keputusan klinik?
4. Bagaimana asuhan sayang ibu?
5. Bagaimana pencegahan infeksi?
6. Bagaimana
pencacatan?
7. Bagaimana cara rujukan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk
mengetahui apa-apa saja lima benag merah dalam asuhan persalinan dan kelahiran
bayi
2. Untuk
mengetahui tujuannya
3. Untuk
mengetahui dalam membuat keputusan klinik
4. Untuk
mengetahui asuhan saying ibu
5. Untuk
mengetahui pencegahan infeksi
6. Untuk
mengetahui pencacatan
7. Untuk
mengetahui cara rujukan
BAB
II
PEMBAHASAN
Ada
lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam
asuhan persalinan yang aman dan bersih. Berbagai aspek tersebut melekat pada
setiap persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut
adalah :
1. Membuat
keputusan klinik
2. Asuhan
saying ibu dan saying bayi
3. Pencegahan
infeksi
4. Pencacatan(rekam
medik) asuhan persalinan
5. Rujukan
Lima
benang merah ini akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan persalinan, mulai
dari kala satu hingga kala empat termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir.
Tujuan:
1. Memahami
langkah-langkah pengambilan keputusan klinik
2. Menjelaskan
asuhan saying ibu dan bayi
3. Menjelaskan
prinsip dan praktik pencegahan infeksi
4. Menjelaskan
manfaat dan cara pencacatan medic asuhan persalinan
5. Menjelaskan
hal-hal penting dalam melakukan rujukan
2.1 MEMBUAT KEPUTUSAN KLINIK
Membuat
keputusan merupakan proses yang
menentukan untuk menyelesaikan masalah dan memnentukan asuhan yang
diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dam aman, baik
bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang mmeberikan pertolongan.
Membuat keputusan klinik tersebut
dihasilkan melalui serangkaian proses dan metode yang sistematik menggunakan
informasi dan hasil dari olah kognitif dan intuitif serta dipadukan dengan
kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence-based), keterampilan
dan pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai tahapan yang logis dan
diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan terfokus pada pasien
(Varney, 1997)
Semua upaya diatas akan bermuara pada
bagaimana kinerja dan perilaku yang diharapkan dari seorang pemberi asuhan
dalam menjalankan tugas dan pengamalan ilmunya kepada pasien atau klien.
Pengetahuan dan keterampilan saja ternyata tidak dapat menjamin asuhan atau
pertolongan yang diberikan dapat memberikan hasil maksimal atau memenuhi
standar kualitas pelayanan dan harapan pasien apabila tidak disertai dengan
perilaku yang terpuji.
Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik:
1. Pengumpulan
data utama dan relevan untuk membuat keputusan
2. Menginterpretasikan
data dan mengidentifikasi masalah
3. Membuat
diagnosis atau menentukan masalah yang terjadi/dihadapi
4. Menilai
adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi masalah
5. Menyusun
rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi masalah
6. Melaksanakan
asuhan/intervensi terpilih
7. Memantau
dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi
1.
Pengumpulan data
Semua pihak yang terlibat mempunyai
peranan penting dalam setiap langkah untuk membuat keputusan klinik. Data utama
(misalnya, riwayat persalinan), data subyektif yang diperoleh dari anamnesis (misalnya,
keluhan pasien), dan data obyektif dari pemeriksaan fisik (misalnya, tekanan
darah) diperoleh melalui serangkaian upaya sistematik dan terfokus. Validitas
dan akurasi data akan sangat membatu pemberi pelayanan untuk melakukan analisis
dan pada akhirnya, membuat keputusan klinik yang tepat. Data subyektif adalah
informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakannya, apa yang sedang
dan telah dialaminya. Data subyektif juga meliputi informasi tambahan yang
diceritakan oleh anggota keluarga tentang status ibu, terutama jika ibu merasa
sangat nyeri atau sangat sakit. Data obyektif adalah informasi yang dikumpulkan
berdasarkan pemeriksaan/pengamatan terhadap ibu atau bayi baru lahir
Pengumpulan data dapat
dilakukan dengan cara:
1. Anamnesis
dan observasi langsung : Berbicara dengan ibu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mengenai kondisi ibu dan mencatat riwayatnya. Mengamati perilaku ibu dan apakah
ibu terlihat sehat atau sakit, merasa nyaman atau nyeri.
2. Pemeriksaan
fisik: inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
3. Pemeriksaan
penunjang: pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen, dsb.
4. Catatan
medic
2.
Interpretasi data untuk mendukung
diagnosis atau identifikasi masalah
Setelah data dikumpulkan, penolong
persalinan melakukan analisis untuk mendukung alur algoritma diagnosis.
Peralihan dari analisis data menuju pada pembuatan diagnosis bukanlah suatu
proses yang linier (berada pada suatu garis lurus) melainkan suatu proses
sirkuler (melingkar) yang berlangsung terus-menerus. Suatu diagnosis kerja
diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan pengumpulan
data secara terus-menerus.
Untuk membuat diagnosis
dan identifikasi masalah, diperlukan:
1. Data
yang lengkap dan akurat
2. Kemampuan
untuk menginterpretasi/analisis data
3. Pengetahuan
esensial, intuisi dan pengalaman yang relevan dengan masalah yang ada
Diagnosis dibuat sesuai dengan istilah
atau nomenklatur spesifik kebidanan yang mengacu pada data utama, analisis data
subyektif dan obyektif yang diperoleh. Diagnosis menunjukkan variasi kondisi yang
berkisar antara normal dan patologik yang memerlukan upaya korektif untuk
menyelesaikannya. Masalah memiliki dimensi yang lebih luas dan tidak mempunyai
batasan yang tegas sehingga sulit untuk segera diselesaikan. Masalah dapat
merupakan bagian dari diagnosis sehingga selain upaya korektif untuk diagnosis,
juga diperlukan upaya penyerta untuk mengatasi masalah.
Contoh:
Diagnosis: G2P1A0, hamil 37 minggu, ketuban pecah dini 2 jam
Masalah
: kehamilan yang tidak diinginkan atau takut untuk menghadapi persalinan
3.
Menetapkan diagnose kerja atau
merumuskan masalah
Bagian ini dianalogikan dengan proses
membuat diagnosis kerja setelah mengembangkan berbagai kemungkinan diagnosis
lain (diagnosis banding). Rumusan masalah mungkin saja terkait langsung maupun
tidak langsung terhadap diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama
yang saling terkait dengan beberapa masalah penyerta atau faktor lain yang
berkontribusi dalam terjadinya masalah utama
Dalam pekerjaan sehari-hari, penolong
persalinan telah mengetahui bahwa seorang pasien adalah primigravida dalam fase
aktif persalinan (diagnosis). Selain dalam proses tersebut, sang ibu juga
memgalami anemia (masalah) dimana hal ini belum jelas apakah akibat defisiensi
zat besi (nutrisi) yang ini merupakan data tambahan untuk membuat diagnosis
baru atau akibat budaya setempat (faktor sosial yang kontributornya adalah
rendahnya pendidikan) yang melarang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi.
Dengan kata lain, walaupun sudah
ditegakkan diagnosis kerja tetapi bukan berarti bahwa tidak ada masalah lain
yang dapat menyertai atau mengganggu upaya pertolongan yang akan diberikan oleh
seorang penolong persalinan
Contoh:
Ibu hamil dengan hidramnion, bayi makrosomia, kehamilan ganda yang jelas secara diagnosis tetapi masih dibarengi dengan masalah lanjutan walaupun kasus utamanya diselesaikan. Bayi besar yang mungkin dapat dengan selamat dilahirkan oleh penolong persalinan harus tetap diwaspadai sebagai faktor yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya: bayi tadi mengalami hipoglikemia karena makrosomia diakibatkan oleh ibu dengan diabetes melitus atau terjadi perdarahan pascapersalinan karena makrosomia adalah faktor predisposisi untuk atonia uteri.
4.
Menilai
adanya kebutuhan dan kesiap intervensi untuk menghadapi masalah
Petugas kesehatan di lini depan seperti
bidan di desa, tidak hanya diharapkan terampil untuk membuat diagnosis bagi
pasien atau klien yang dilayaninya tetapi juga harus mampu mendeteksi setiap
situasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Untuk mengenali
situasi tersebut, para bidan harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat
setempat sehingga mereka tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan
segera sebagai langkah penyelamatan ibu dan bayinya apabila situasi
gawatdarurat memang terjadi.
Upaya ini dikenal sebagai kesiapan
menghadapi persalinan dan tanggap terhadap komplikasi yang mungkin terjadi
(birth preparedness and complication readiness). Dalam uraian-uraian
berikutnya, petugas pelaksana persalinan akan terbiasa dengan istilah rencana
rujukan yang harus selalu disiapkan dan didiskusikan diantara ibu, suami dan
penolong persalinan.
Contoh:
Untuk menghadapi ibu hamil dengan
preeklampsia berat dan tekanan darah yang cenderung selalu meningkat maka
seorang bidan harus berkonsultasi dengan tenaga ahli di rumah sakit atau
spesialis obstetri terdekat untuk menyiapkan tindakan/upaya yang dapat
dilakukan bila sang ibu mulai menunjukkan gejala dan tanda gawatdarurat. Pada
keadaan tertentu, mungkin saja seorang bidan harus menangani kasus distosia
bahu tanpa bantuan siapapun. Apabila ia tidak pernah dilatih untuk mengatasi
hal itu atau ia tidak mengetahui tanda-tanda distosia bahu maka ia tidak pernah
tahu bahwa perlu disiapkan sesuatu (pengetahuan, keterampilan, dan rujukan)
untuk mengatasi hal tersebut. Hal yang paling buruk dan mungkin saja terjadi
adalah sang bayi tidak dapat dilahirkan dan kemudian meninggal dunia karena bidan
tersebut berupaya melahirkan bayi tetapi ia tidak pernah tahu bagaimana cara
mengatasi hal tersebut.
5.
Menyusun rencana asuhan atau
intervensi
Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu
bersalin dikembangkan melalui kajian data yang telah diperoleh, identifikasi
kebutuhan atau kesiapan asuhan dan intervensi, dan mengukur sumberdaya atau
kemampuan yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk membuat ibu bersalin dapat
ditangani secara baik dan melindunginya dari berbagai masalah atau penyulit
potensial dapat mengganggu kualitas pelayanan, kenyamanan ibu ataupun mengancam
keselamatan ibu dan bayi.
Rencana asuhan harus dijelaskan dengan
baik kepada ibu dan keluarganya agar mereka mengerti manfaat yang diharapkan
dan bagaimana upaya penolong untuk menghindarkan ibu dan bayinya dari berbagai
gangguan yang mungkin dapat mengancam keselamatan jiwa atau kualitas hidup
mereka.
Contoh:
Rencana asuhan kala I:
1. Denyut
jantung janin: setiap ½ jam
2. frekuensi
dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
3. nadi:
setiap ½ jam
4. pembukaan
serviks: setiap 4 jam
5. penurunan
bagian terbawah janin: setiap 4 jam
6. tekanan
darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
7. produksi
urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
Rencana asuhan pada kasus
tali pusat menumbung:
1. Pemberian
oksigen nasal 6L/menit
2. Mengatur
posisi ibu bersalin
3. Menghubungi rumah sakit rujukan untuk tindakan
lanjutan
4. Stabilisasi kondisi ibu dan bayi yang
dikandungnya
5. Pemantauan
DJJ
6.
Melaksanakan asuhan
Setelah membuat rencana asuhan,
laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman. Hal ini akan
menghindarkan terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu dan/atau bayinya
yang baru lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan. Jelaskan
pada ibu dan keluarga tentang beberapa intervensi yang dapat dijadikan pilihan
untuk kondisi yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi sehingga mereka dapat
membuat pilihan yang baik dan benar. Pada beberapa keadaan, penolong sering
dihadapkan pada pilihan yang sulit karena ibu dan keluarga meminta penolong
yang menentukan intervensi yang terbaik bagi mereka dan hal ini memerlukan
upaya dan pengertian lebih agar ibu dan keluarga mengerti bahwa hal ini terkait
dengan hak klien dan kewajiban petugas untuk memperoleh hasil terbaik
Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pilihan adalah:
1. Bukti-bukti
ilmiah
2. Rasa
percaya ibu terhadap penolong persalinan
3. Pengalaman saudara atau kerabat untuk kasus
yang serupa
4. Tempat
dan kelengkapan fasailitas kesehatan
5. Biaya
yang diperlukan
6. Akses ketempat rujukan
7. Luaran dari sistem dan sumberdaya yang ada
7.
Memantau dan mengevaluasi
efektifitas asuhan atau intervensi solusi
Penatalaksanaan yang telah dikerjakan
kemudian dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Tentukan apakah perlu di kaji
ulang atau diteruskan sesuai dengan rencana kebutuhan saat itu. Proses
pengumpulan data, membuat diagnosis, memilih intervensi, menilai kemampuan
sendiri, melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses
sirkuler (melingkar). Lanjutkan evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan
bayi baru lahir. Jika pada saat evaluasi ditemukan bahwa status ibu atau bayi
baru lahir telah berubah, sesuaikan asuhan yang diberikan untuk memenuhi
perubahan kebutuhan tersebut.
Asuhan atau intervensi dianggap membawa
manfaat dan teruji efektif apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah
ditegakkan. Apapun jenisnya, asuhan dan intervensi yang diberikan harus
efisien, efektif, dan dapat diaplikasikan pada kasus serupa dimasa datang. Bila
asuhan atau intervensi tidak membawa hasil atau dampak seperti yang diharapkan
maka sebaiknya dilakukan kajian ulang dan penyusunan kembali rencana asuhan
hingga pada akhirnya dapat memberi dampak seperti yang diharapkan.
Contoh proses pengambilan keputusan
klinik
Ibu Siti, primigravida berusia 23 tahun,
datang pada penolong persalinan dan mengatakan bahwa ia sudah akan melahirkan.
Pengumpulan Data: pembahasan mengenai riwayat dan pemeriksaan
fisik.
Data Subyektif:
Pertanyaan dari penolong persalinan:
1. Kapan
perkiraan tanggal melahirkan ?
Jawaban
ibu : Dua minggu yang akan datang
2. Kapan
mulai mules-mules ?
Jawaban
Ibu : 5 jam yang lalu
3. Berapa
lama tenggang waktu antara satu kontraksi dengan kontraksi lainnya ?
Jawaban
ibu : Antara 7-10 menit
4. Apakah
ketuban sudah pecah?
Jawaban
ibu : Belum
5. Apakah
ada keluaran darah/bercak?
Jawaban
Ibu : Tidak ada
6. Apakah
bayi ibu bergerak seperti biasa?
Jawaban
ibu : Ya
Data Obyektif:
Penolong memeriksa:
·
Kontraksi
Ditemukan :Kontraksi uterus teraba satu kali dalam 10 menit dan setiap kontraksi berlangsung kurang dari 20 detik.
Ditemukan :Kontraksi uterus teraba satu kali dalam 10 menit dan setiap kontraksi berlangsung kurang dari 20 detik.
·
Pemeriksaan
abdomen
Ditemukan
: Janin presentasi kepala, palpasi kepala 5/5, gerakan janin - terasa dan
Denyut Jantung Janin (DJJ) 136 kali /menit.
· Pemeriksaan dalam
Ditemukan
: Porsio lunak dan tebal, pembukaan 1 jari, teraba selaput ketuban. Tidak
terlihat cairan yang keluar dari dalam vagina.
Diagnosis:
Diagnosis, berdasarkan pada data yang
dikumpulkan, menunjukkan bahwa Ibu Siti adalah primigravida cukup bulan dalam
fase laten persalinan, DJJ normal.
Asuhan atau intervesni : Asuhan Sayang
Ibu, Penatalaksanaan Persalinan Fisiologis, Perawatan Ambulatoir, Dukungan
Fisik dan Psikis, Observasi Kemajuan Persalinan Fase Laten
Antisipaasi intervensi tambahan atau
rujukan : tidak diperlukan karena hasil analisis menunjukkan ini persalinan
normal atau fisiologis
Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan
Penolong persalinan menenteramkan Ibu
Siti dan menganjurkannya untuk mandi dan beristirahat. Ibu Siti dianjurkan
untuk memberitahu penolong persalinan jika kontraksinya datang setiap 3 sampai
5 menit, jika ketubannya pecah atau jika ibu punya pertanyaan atau
kekhawatiran. Penolong persalinan akan mengkaji ulang (evaluasi) Ibu Siti 4 jam
lagi dari saat itu, atau lebih cepat jika Ibu Siti menghubunginya.
Evaluasi:
Tiga jam kemudian Ibu Siti datang lagi.
Kontraksinya lebih teratur pada setiap 3 sampai 5 menit selama satu jam.
Penolong persalinan memeriksa ibu. Pembukaan serviks 4 cm, ada ‘show’, ketuban
utuh, palpasi kepala janin 3/5 dan DJJ 126 x/menit. Berdasarkan data yang
dikumpulkan, penolong persalinan mempertegas diagnosis awal dan bahwa rencana
asuhan yang telah dilakukan sudah sesuai.
Sekarang waktunya membuat diagnosis baru
dan rencana asuhan atau perawatan berdasarkan evaluasi terakhir. Ibu Siti
adalah primigravida, cukup bulan, dalam fase aktif persalinan, dengan normal
DJJ. Rencana untuk asuhan ibu adalah pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi serta
kemajuan persalinan dengan berpedoman pada partograf (lihat bab 2), membesarkan
hati dan memberikan dukungan, menganjurkan ibu untuk bergerak bebas selama
persalinan dan berganti posisi untuk bergerak bebas selama persalinan dan
bergantian posisi untuk kenyamanan, serta menawarkan makan dan minum
2.2
ASUHAN SAYANG IBU
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan
keinginan ibu. Cara yang paling mudah membayangkan mengenai asuhan sayang ibu
adalah menanyakan pada diri kita
sendiri. ” seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan ?” atau ” apakah
asuhan yang seperti ini yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang
hamil?”
Beberapa prinsip dasar asuhan
ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan
dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu
diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan mereka
terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan hasil yang lebih baik (enkin, et
al, 2000). Disebutkan pula bahwa hal tersebut diatas dapat mengurangi
terjadinya persalinan dengan vakum, cunam, dan seksio cesar, persalinan
berlangsung lebih cepat (enkin, et al, 2000).
1.
Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan
1. Panggil ibu
sesuai namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya
2. Jelaskan semua
asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai asuhan tersebut
3. Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan
keluarga
4. Anjurkan ibu
untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir
5. Dengarkan dan
tanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu
6. Berikan
dukungan, besarkan hatinya dan tenteramkan perasaan ibu beserta anggota
keluarganya
7. Anjurkan ibu
untuk ditemani suami dan atau anggota keluarga yang lain selama persalinan dan
kelahiran bayinya
8. Ajarkan suami
dan anggota keluarga mengenai cara – cara bagaimana mereka dapat memperhatikan
dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya
9. Secara
konsisten lakukan praktik – praktik pencegahan infeksi yang baik
10. Hargai privasi ibu
11. Anjurkan ibu
untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi
12. Anjurkan ibu
untuk minum dan makan ringan sepanjang ia menginginkannya
13. Hargai dan perbolehkan praktik – praktik
tradisional yang tidak merugikan kesehatan ibu
14. Hindari
tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan seperti episiotomi, pencukuran dan
klisma
15. Anjurkan ibu
untuk memeluk bayinya sesegera mungkin
16. Membantu
memulai pemberian ASI dalalm satu jam pertama setelah kelahiran bayi
17. Siapkan rencana
rujukan ( bila perlu )
18. Mempersiapkan
persalinan dan kelahiran bayi dengan baik dan bahan – bahan, perlengkapan dan
obat – obatan yang diperlukan. Siap untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir
pada setiap kelahiran bayi.
2.
Asuhan
saying ibu dan bayi pada masa pasca persalinan
1.
Anjurkan ibu untuk selalu berdekatan
dengan bayinya ( rawat gabung )
2.
Bantu ibu untuk mulai membiasakan
menyusui dan anjurkan pemberian ASI sesuai dengan permintaan
3.
Ajarkan ibu dan keluarga tentang
nutrisi dan istirahat yang cukup setelah melahirkan
4.
Anjurkan suami dan anggota keluarga
untuk memeluk bayi dan mensyukuri kelahiran bayi
5.
Ajarkan ibu dan anggota keluarga
tentang gejala dan tanda bahaya yang mungkin terjadi dan anjurkan mereka untuk
mencari pertolongan jika timbul masalah atau rasa khawatir
2.3
PENCEGAHAN
INFEKSI
1.
Tujuan pencegahan infeksi dalam
pelayanan asuhan kesehatan
Tindakan
pencegahan infeksi (PI) tidak tepisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan
selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam
setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong
persalinan dan tenaga kesehatan lainnya
dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur. Dilakukan pula upaya
untuk menurunkan resiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini
belum ditemukan pengobatannya seperti hepatitis dan HIV AIDS.
Tindakan-tindakan
PI dalam pelayanan asuha kesehatan
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
bakteri, virus, dan jamur
2. Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti
hepatitis dan HIV / AIDS
Penolong persalinan dapat terpapar hepatitis dan HIV di
tempat kerjanya melalui
-
Percikan
darah atau cairan tubuh pada mata, hidung, mulut atau melalui diskontinuitas
permukaan kulit (missalnya luka atau lecet yang kecil)
-
Luka
tusuk yang di sebabkan oleh jarum yang sudah terkontaminasi atau peralatan
tajam lainnya, baik pada saat prosedur di lakukan ataunpada saat proses
peralatan.
2.
Definisi
tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi
a.
Asepsis (
teknik aseptik )
” Semua usaha
mencegah masuknya mikroorganisme ke tubuh yang berpotensi untuk menimbulkan
infeksi dengan cara mengurangi atau menghilangkan sejumlah mikroorganisme pada
kulit, jaringan, dan benda mati ( alat ). ”
b.
Antisepsis
” Pencegahan
infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
kulit dan jaringan tubuh dengan menggunakan larutan antiseptik misalnya yodium
( 1-3% ), alkohol ( 60-90% ), hibiclon, savlon, dan betadine. ”
c.
Dekontaminasi
” Tindakan
untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai
benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. ”
d.
Mencuci dan
membilas
” Tindakan –
tindakan untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing
misalnya debu, kotoran dari kulit atau instrumen atau peralatan. ”
e.
Desinfeksi
” Tindakan
untuk menghilangkan hampir semua atau sebagian besar mikroorganisme dari benda
mati. ”
f.
Desinfeksi
Tingkat Tinggi ( DTT )
” Tindakan
untuk menghilangkan semua mikroorganisme ( kecuali beberapa bakteri endospora )
pada benda mati atau instrumen. ”
g.
Sterilisasi
” Tindakan
untuk menghilangkan semua mikroorganisme termasuk endospora bakteri pada benda
mati atau instrumen. ”
3.
Prinsip-prinsip
penanganan infeksi
1. setiap
orang (ibu, BBL, penolang persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit
karena infeksi dapat bersifat asimptomatik.
2. Setiap
orang harus dianggap terkena infeksi
3. Permukaan
benda disekitar kita, perawatan dan benda-benda lainnya yang akan dan telah
bersentuhan dengan permukaan kulit yang lecet harus diaanggap terkontaminasi
4. Jika
tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
harus dianggap masih terkontaminasi
5. Tindakan
PI harus dilaksanakan yang benar dan konsisten
4.
Tindakan-tindakan pencegahan
infeksi
a.
Cuci tangan dengan benar
yaitu dengan 7 langkah setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.
Memakai
sarung tangan
Pakai sarung
tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah ( kulit tak utuh, selaput mukosa,
darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan, sarung tangan atau sampah yang
terkontaminasi.Ada 3 macam sarung
tangan, yaitu :
1)
Sarung tangan
steril atau DTT
Untuk prosedur
apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan di bawah kulit seperti
persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah.
2)
Sarung tangan
bersih
Untuk menangani
darah atau cairan tubuh
3)
Sarung tangan
rumah tangga atau tebal
Untuk mencuci
peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan cairan tubuh
”Jangan gunakan
sarung tangan yang sudah retak, tipis atau ada lubang dan robekan. Buang dan
gunakan sarung tangan yang lain”.
c.
Memakai APD (
alat pelindung diri ) seperti kaca mata pelindung, masker wajah, penutup
kepala, celemek, dan sepatu boots yang digunakan untuk menghalangi atau
membatasi petugas dari percikan cairan tubuh, darah atau cidera selama
melaksanakan prosedur klinik.
d.
Menggunakan
teknik antisepsis
Karena kulit
dan selaput mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunaan antiseptik akan
sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi luka terbuka
dan menyebabkan infeksi.
e.
Memproses alat bekas pakai
-
Dekontaminasi
Rendam dalam
larutan klorin 0,5 % selama 10 menit
-
Cuci dan bilas
Gunakan
detergen dan sikat
Pakai sarung
tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda – benda tajam
Metode yang
dipilih
Sterilisasi
Otoklaf : 106kPa ,1210
C ,30 menit (terbungkus), 20 menit (tidak terbungkus)
Panas kering : 170 0C, 60
menit
Metode alternatif
DTT
Rebus atau kukus : panci tertutup 20
menit
Kimiawi: rendam 20 menit
-
Dinginkan
dan kemudian siap untuk digunakan
f.
Menangani
peralatan tajam dengan aman
Pedoman
penggunaan peralatan tajam yaitu :
1. Letakkan benda
– benda tajam di atas baki steril atau DTT atau dengan menggunakan ” daerah
aman ” yang sudah ditentukan ( daerah khusus untuk meletakkan dan mengambil
peralatan tajam )
2. Hati – hati
saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak sengaja
3. Gunakan
pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba jarum ujung
atau memegang jarum jahit dengan tangan
4. Jangan menutup
kembali, melengkungkan, mematahkan atau melepaskan jarum yang akan dibuang
5. Buang benda –
benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah 2/3
penuh dan harus dibakar dalam insinerasi
6. Jika benda –
benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi, bilas 3 kali
dengan larutan klorin 0,5 % ( dekontaminasi ), tutup kembali menggunakan teknik
satu tangan dan kemudian kuburkan.
g. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan termasuk
pengelolaan sampah secara benar
5.
Pertimbangan-pertimbangan mengenai PI
di institusi
Terjadi di rumah, klinik bersalin
swasta, polindes atau puskesmas.
Berikut beberapa perubahan dan
pemikiran tindakan-tindakan PI dalam beberapa situasi tertentu.
1. Cuci
tangan
2. Sarung tangan
3. Pelindung pribadi (kacamata)
4. Teknik
aseptic (dtt)
5. Penganganan
peralatan tajam secara aman (menggunakan botol plastic tertutup dan wadah)
6. Pembuangan
sampah (kantong plastic atau tembikar
2.4
PENCATATAN
(DOKUMENTASI)
Pencatatan (pendokumentasian) adalah bagian penting dari proses
membuat keputusan klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus
menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Partograf adalah
bagian terpenting dari proses pencatatan selama persalinan
Mengkaji ulang
catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan dan dapat
lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat rencana asuhan atau
perawatan bagi ibu atau bayinya.
Pencatatan rutin adalah penting karena :
1.
Sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi
kesesuaian dan keefektifan asuhan atau perawatan, mengidentifikasi kesenjangan
pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan pada
rencana asuhan atau perawatan
2.
Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam proses membuat keputusan klinik
3.
Sebagai catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan
4.
Dapat
dibagikan di antara para penolong persalinan sehingga lebih dari
satu penolong persalinan akan memberikan perhatian dan asuhan pada ibu atau
bayi baru lahir
5.
Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan
berikutnya, dari satu penolong persalinan ke penolong persalinan lainnya, atau
dari seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya.
6.
Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus
7.
Diperlukan untuk memberi masukan data statistik nasional dan daerah,
termasuk catatan kematian dan kesakitan ibu atau bayi baru lahir
Aspek-aspek
penting dalam pencacatan termasuk :
a. Tanggal dan waktu asuhan diberikan
b. Identifikasi penolong persalinan
c. Paraf atau tanda tangan ( dari penolong persalinan ) pada semua catatan
d. Mencakup
informasi yang berkaitan secara tepat,
dicatat dengan jelas dan dapat dibaca
e. Suatu sistem
untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu siap tersedia
f. Kerahasiaan dokumen – dokumen medis
Ibu harus diberikan salinan catatan ( catatan klinik antenatal, dokumen – dokumen
rujukan, dan lain – lain ) beserta panduan yang jelas mengenai :
a. Maksud dari
dokumen – dokumen tersebut
b. Kapan harus
dibawa
c. Kepada siapa
harus diberikan
d. Bagaimana
menyimpan dan mengamankannya, baik di rumah atau selama perjalanan ke tempat
rujukan
Beberapa hal yang perlu diingat :
a. Catat semua data, hasil pemeriksaan,
diagnosis, obat – obat, asuhan atau perawatan, dan lain – lain
b. Jika tidak dicatat, maka dapat dianggap
bahwa asuhan tersebut tidak dilakukan
c. Pastikan setiap partograf bagi setiap pasien
diisi dengan lengkap dan benar
1.5 RUJUKAN
Rujukan
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa
para ibu dan bayi baru lahir. Syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan yaitu kesiapan untuk merujuk
bayi dan atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu (jika penyulit terjadi).
Setiap penolong
persalinan harus mengetahui lokasi
fasilitas rujukan yang mampu untuk melaksanakan kasus kegawatdaruratan obstetri
dan bayi baru lahir seperti :
a. Pembedahan
termasuk bedah sesar
b. Transfusi
darah
c. Persalinan
mengggunakan ekstraksi vakum atau cunam
d. Pemberian
antibiotik intravena
e. Resusitasi
bayi baru lahir dan asuhan lanjutan bagi bayi baru lahir
Adapun yang wajib untuk diketahui oleh setiap
penolong persalinan, antara lain :
a. Informasi
tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan
b. Ketersediaan
pelayanan purna waktu
c. Biaya
pelayanan
d. Waktu dan
jarak tempuh ke tempat rujukan
Oleh karena sangat
sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi, maka pada saat ibu
melakukan kunjungan antenatal anjurkan ibu untuk membahas dan membuat rencana
rujukan bersama suami dan keluarganya. Dan tawarkan agar penolong mempunyai
kesempatan untuk berbicara dengan suami dan keluarganya untuk menjelaskan
tentang perlunya rencana rujukan
apabila diperlukan.
Ada beberapa persiapan
– persiapan dan informasi yang harus dimasukkan dalam rencana rujukan,
antara lain :
a. Siapa yang
akan menemani ibu atau bayi baru lahir
b. Tempat –
tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga ?
( jika ada
lebih dari satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling
sesuai berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan )
c. Sarana
transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan mengendarainya.( ingat
bahwa transportasi harus tersedia segera, baik siang maupun malam kapan pun waktunya)
d. Orang yang
ditunjuk menjadi donor darah, jika transfusi darah diperlukan
e. Uang yang
disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat – obatan dan bahan – bahan
f. Siapa yang
akan tinggal dan menemani anak – anak yang lain pada saat ibu tidak di rumah
Dari beberapa persiapan – persiapan dan
informasi yang harus dimasukkan dalam rencana rujukan, untuk memudahkan bagi
penolong untuk mengingat hal – hal penting tersebut maka terdapat singkatan BAKSOKUP ataupun BAKSOKUDA.
B : BIDAN
A : ALAT
K : KELUARGA
S : SURAT
O : OBAT
K : KENDARAAN
U : UANG
P : PAKAIAN
D : DARAH
A : DOA
Kaji ulang rencana rujukan pada ibu dan keluarganya
selama ibu melakukan kunjungan asuhan anttenatal atau awal persalinan ( jika
mungkin ). Jika ibu belum membuat rencana rujukan selama
kehamilannya, maka penting untuk mendiskusikan rencana tersebut dengan ibu dan
keluarganya di awal persalinan.
Rujukan tepat waktu merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung
keselamatan ibu dan bayi baru lahir.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ada
lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam
asuhan persalinan yang aman dan bersih. Berbagai aspek tersebut melekat pada
setiap persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut
adalah :
a. Membuat
keputusan klinik
b. Asuhan
saying ibu dan saying bayi
c. Pencegahan
infeksi
d. Pencacatan(rekam
medik) asuhan persalinan
e. Rujukan
3.2 SARAN
Sebaiknya
kita sebagai tenaga kesehatan harus lebih memperhatikan dan lebih meningkatkan
kinerjanya sesuai dengan prinsip lima benang merah dalam asuhan persalinan dan
kelahiran bayi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
asuhan persalinan normal dan inisiasi menyusui dini.
Azwar, Azrul. 2008. Asuhan Persalinan Normal &
Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JHPIEGO