BAB II
TINJAUAN
TEORI
A. Pengertian Ruptur Perineum
1. Ruptur
Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).
2. Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan
oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).
3. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).
B. Faktor-faktor
yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan
1. Faktor
Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum
diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam.
Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut :
1) Faktor Ibu
a) Paritas
Menurut
panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim
(lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang
telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah
anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah
keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu
terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
b) Meneran
Secara
fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan sudah
lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus di dukung untuk meneran
dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada
posisi tertentu (JHPIEGO, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya ruptur
perineum, diantaranya :
-
Menganjurkan
ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.
-
Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas
pada saat meneran.
-
Mungkin ibu
akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring miring atau setengah
duduk, menarik lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu ke dada.
-
Menganjurkan
ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
-
Tidak
melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan ini
dapat meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri.
-
Pencegahan
ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat kelahiran
kepala dan bahu.
2) Faktor Janin
a) Berat Badan
Bayi Baru lahir
Makrosomia
adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn, 2001).
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina
seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan
kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada
perineum (Rayburn, 2001).
b) Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi
adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu
(Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian
bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.
Macam-macam presentasi dapat
dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.
-
Presentasi
Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submento
bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan
dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma
(Oxorn, 2003). Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30%
posisi dagu di belakang.
Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap flexi dapat menjadi
penyebab pesentasi muka. Sikap ekstensi memiliki hubungan dengan diproporsi
kepala panggul dan merupakan kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan
kemungkinan panggul yang kecil atau kepala yang besar. Presentasi muka
menyebabkan persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala dengan UUK
(Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan pembuka servik yang jelek dan
sikap ekstensi kurang menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas
panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju semuanya akan berjalan lancar.
Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita lebih
banyak laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan
rotasi yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.
-
Presentasi
Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya
adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah
dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,
merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang
dijumpai, kebanyakan adalah skunder yakni terjadi setelah persalinan dimulai.
Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi belakang
kepala atau ekstensi menjadi presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui
panggul lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu dibanding
dengan presentasi lain. Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas
atas sampai fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus
melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).
- Presentasi
Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas.
Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.
Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat macam
yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki,
dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan pada persalinan bokong
adalah terdapat peningkatan resiko maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan
lahir akan meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri,
khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan setelah
coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan
ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut
dapat pula menyebabkan robekan perineum yang lebih dalam (Cunningham, 2005).
3)
Faktor Persalinan Pervaginam
a) Vakum ekstrasi
Vakum
ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan
ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di
kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai
dapat ditarik relatif lebih lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara
ini tidak dapat dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat
janin). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks
uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum. (Oxorn, 2003).
b)
Ekstrasi
Cunam/Forsep
Ekstrasi
Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang
dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio,
vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina
(Oxorn, 2003).
c)
Embriotomi
Embriotomi
adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan pengurangan
volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk
memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2002). Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain
perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator
meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang
yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka janin, serta cedera saluran
kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).
d)
Persalinan
Presipitatus
Persalinan
presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung
kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim
yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya
rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan
yang sangat kuat (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk
menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin
terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan ruptur
perineum (Mochtar, 1998). Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008)
laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali.
2. Faktor Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan
berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah
merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat
diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi.
C. Klasifikasi
Ruptur Perineum
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu
:
1.
Ruptur
perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa
Vagina
b) Komisura
posterior
c) Kulit
perineum
2.
Ruptur
perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a)
Mukosa Vagina
b)
Komisura
posterior
c)
Kulit
perineum
d)
Otot
perineum
3.
Ruptur
perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Sebagaimana ruptur derajat dua
a) Sebagaimana ruptur derajat dua
b) Otot sfingter ani
4. Ruptur perineum derajat empat, dengan
jaringan yang mengalami robekan adalah :
a)
Sebagaimana ruptur derajat tiga
b)
Dinding depan rectum
D. Tanda dan Gejala Ruptur Perineum
Perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004).
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1.
Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2.
Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3.
Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan
indikasi robekan pada mukosa vagina.
4.
Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di
antara fourchette dan sfingter ani.
E. Penanganan Ruptur Perineum
Penanganan ruptur perineum
diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan penjahitan luka lapis demi
lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah
vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan
tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
1. Bila seorang
ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak
lengkap.
2. Bila
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a) Reparasi
mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah
luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b) Robekan
perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi
luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan
benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c) Robekan
perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan
tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d) Robekan
perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan rektum yang
robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e) Robekan
perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan
catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi
lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
F. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (1998) persalinan
yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan
perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Cara-cara yang dianjurkan untuk meminimalkan terjadinya ruptur perineum
diantaranya adalah
1. Saat kepala
membuka vulva (5-6 cm), penolong meletakkan kain yang bersih dan kering yang
dilipat sepertiganya di bawah bokong ibu dan menyiapkan kain atau handuk
bersih di atas perut ibu, untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir.
2. Melindungi
perineum dengan satu tangan dengan kain bersih dan kering, ibu jari pada salah
satu sisi perineum dan empat jari tangan pada sisi yang lain pada belakang
kepala bayi.
3. Menahan
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum.
4. Melindungi
perineum dan mengendalikan keluarnya kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi
secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan)
pada vagina dan perineum.
G. Bahaya dan
Komplikasi Ruptur Perineum
1. Perdarahan
pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan
tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.
2. Laserasi
perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus.
Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul
jaringan parut.
H.
Perawatan Ruptur Perineum
Perawatan khususnya perineum bagi
wanita setelah melahirkan mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah
infeksi dan meningkatkan penyembuhan. Prinsip-prinsip dasarnya adalah sebagai
berikut :
1. Mencegah
kontaminasi dari rektum
2. Menangani
dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma.
3. Membersihkan
semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.
Dengan menerapkan prinsip ini,
prosedur yang di sarankan pada ibu adalah :
1. Mencuci
tangan.
2. Buang
pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rektum dan
letakkan pembalut tersebut ke dalam kantong plastik.
3. Berkemih dan
BAB ke toilet
4. Cuci tangan.
a. Persiapan
alat dan bahan
1.
Satu pasang
handscoen
2.
Gaas Steril
3.
Kom berisi
bethadine
4.
Kapas Savlon
5.
Nerbeken
b. Cara Kerja
a) Vulva Hygiene
1. Membantu ibu
untuk mengambil posisi litotomi
2. Cuci tangan
dengan menggunakan sabun dan air yang bersih yang mengalir.
3. Pakai sarung
tangan disenfeksi tinggi atau steril.
4. Dengan
menggunakan 1 kapas savlon, oleskan dari atas ke bawah pada labia minora (dimulai
dari bagian yang terjauh dari petugas). Terakhir oleskan 1 kapas savlon dari
bagian sampai ke bawah vulva 1 kali.
b) Vagina toilet
1. Gulungkan
gaas bethadin pada jari telunjuk dan jari tengah, kemudian oleskan ke dalam
vagina dengan memutar 360 derajat.
2. Kompres
bethadine
I. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
1.Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah
pendekatan yang di gunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah
secara sistematis mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosis kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahapan
dalam Manajemen Kebidanan
Menurut Varney (2008) proses manajemen kebidanan dalam
tujuh langkah yang pada waktu tertentu dapat diperluas dan diperbaharui. Hal
ini mulai dengan pengumpulan data dasar dan di akhiri dengan evaluasi. Tujuh
langkah itu adalah :
a) Langkah I :
Identifikasi dan analisa Data
Identifikasi
dan analisa data (pengkajian) pengumpulan data untuk menialai kondisi klien.
Yang termasuk data dasar adalah riwayat kesehatan klien, pemeriksaan panggul,
pemeriksaan fisik, serta catatan tentang kesehatan yang lalu dan sekarang serta
hasil pemeriksaan laboratorium.
b) Langkah II :
Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Mengidentifikasi
data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosa kebidanan dan masalah.
Kata diagnosa dan masalah digunakan kedua-duanya dan mempunyai pengertian yang
berbeda-beda. Problem klien menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan
diagnosa lebih sering di definisikan oleh bidan yang di fokuskan pada apa yang
di alami oleh klien.
c) Langkah III
: Identifikasi Diagnosa/ Masalah potensial
Dari
kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi faktor-faktor potensial yang
memerlukan antisipasi segera tindakan pencegahan jika memungkinkan atau waspada
sambil menunggu dan mempersiapkan pelayanan untuk segala sesuatu yang mungkin
terjadi..
d) Langkah IV :
Perlunya Tindakan Segera/ Kolaborasi
Proses
manajemen kebidanan dilakukan secara terus menerus selama klien dalam perawatan
bidan. Proses terus menerus ini menghasilkan data baru segera di nilai. Data
yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan darurat di mana bidan harus
segera bertindak untuk menyelamatkan klien.
e) Langkah V :
Rencana Asuhan Kebidanan
Dikembangkan
berdasarkan intervensi saat sekarang dan antisipasi diagnosa dan problem serta
meliputi data-data tambahan setelah data dasar. Rencana tindakan komprehensif
bukan hanya meliputi kondisi klien serta konseling, bila perlu mengenai
ekonomi, agama, budya, ataupun masalah psikologis.
f)
Langkah IV:
Implementasi Asuhan Kebidanan
Implementasi
dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan tim
kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan
mengurabgi waktu perawatn dan biaya perwatan serta akan meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan klien.
g) Langkah VII:
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien.
Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan obsevasi terhadap
masalah di atasi seluruhnya, sebagian telahdipecahkan atau mungkin timbul
masalah baru.Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali
terhadap klien untuk menjawabpertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang
dilakukan.
b. Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan
Menurut Simatupang E.J (2006),
metode empat pendokumentasian yang di sebut soap ini dijadikan proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan hasil klien dalam
rekaman medis klien sebagai catatan perkembangan kemajuan yaitu:
a) Subjektif
(S)
Apa yang
dikatakan, disampaikan, dikeluhkan oleh bidan
b) Objektif (O)
Apa yang
dilihat dan di raba, dirasakan oleh bidan saat melakukan pemeriksaan, serta
pemeriksaan laboratorium.
c) Assesment
(A)
Kesimpulan
apa yang di buat berdasarkan data subjektif dan objektif sebagai hasil
pengambilan keputusan klinis terhadap klien tersebut.
d) Planning (P)
Apa yang
dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan klinis
yang diambil dalam rangka mengatasi masalah klinis klien atau memenuhi
kebutuhan klien.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa
perlukaan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang
primipara. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture
uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat
mengelolanya dengan baik.
B.
Saran
1. Bagi
Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang
robekan jalan lahir sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan
penatalaksanaan medisnya, menerapkan konsep asuhan kebidanan kepada klien
dengan perlukaan jalan lahir.
2. Bagi Tenaga
Kesehatan
Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir
dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan
asuhan secara komprehensif
DAFTAR
PUSTAKA
http://aznhysoppenk.blogspot.com/2012/05/askeb-luka-perineum-derajat-iii-akbid.html
Manuaba I.B.G, 2010, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta
Mochtar,Rustam. 2005. SinopsisObstetri Fisiologi dan
Patologi. EGC: Jakarta.
Salmah.2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC: Jakarta
Sumarah. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Fitramaya:
Yogyakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan . Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka- Sarwono Prawirohardjo
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi
I. EGC : Jakarta.
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan . Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar